Selasa, 04 Maret 2014

REVIEW TENTANG CALL OF DUTY: GHOST

Tahun ini adalah tahun perpindahan game. Dengan dirilisnya X-Box One dan PS4 para developer game harus menciptakan lebih banyak versi game mereka: versi untuk konsol generasi lama dan untuk launch point bagi konsol-konsol generasi baru. Tidak hanya franchise Call of Duty saja yang melakukannya tetapi juga franchise-franchise lain seperti Battlefield dengan Battlefield 4maupun Assassin’s Creed dengan Assassin’s Creed IV: Black Flag. Franchise Call of Duty selama ini selalu menjadi sasaran benci dan cinta para gamer. Game-game yang dirilis tiap tahunnya selalu menjadi game terlaris tahun tersebut tetapi banyak gamer mengeluh bahwa setiap iterasi baru game Activision tersebut tak membawa inovasi apapun.

Call of Duty: Ghosts punya kesempatan untuk mengubah persepsi tersebut. Setelah penjualan franchise ini untuk pertama kalinya semenjak Call of Duty: Modern Warfare 2 menurun tahun lalu di Call of Duty: Black Ops II, apakah developer Infinity Ward mempelajari trik baru dan bisa memberikan apa yang diharap-harapkan oleh gamer dari franchise ini: sesuatu yang fresh dan baru?

Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir Call of Duty akhirnya memberi kita sebuah iterasi penceritaan baru dan bukannya sekuel cerita sebelumnya dalam Ghosts. Tanah Amerika berubah total setelah sebuah serangan asing memporak-porandakannya. Ironisnya serangan ini bisa terjadi setelah pihak musuh menguasai misil satelit luar angkasa Odin milik tentara Amerika Serikat sendiri. Serangan ini melumpuhkan Amerika dan memaksa negara adidaya itu bertahan total dari serangan musuh.
Musuh dari tentara Timur Tengah? Dari Korea Utara? Bukan. Musuh kali ini adalah kesatuan bernama The Federation, sebuah negara baru gabungan negara-negara dari Amerika Selatan. Sementara tidak disebutkan negara-negara mana saja rasanya bisa ditebak kalau ini adalah negara-negara Meksiko, Brasil, Argentina, Uruguay, dan sekitarnya sana. Mungkinkah cerita ini merupakan refleksi dari ketakutan Amerika sekarang bahwa status adidaya mereka terancam oleh Brasil yang merupakan kekuatan ekonominya juga sedang bangkit?

Kembali ke cerita Call of Duty: Ghosts sendiri kamu adalah bagian dari tentara Amerika bersama dengan kakakmu David ‘Hesh’ Walker. Kalian berdua bersama dengan ayahanda, Elias, berusaha menghentikan invasi dari negara Federation. Di sisi lain ada sebuah rumor tentang sebuah kesatuan rahasia di tentara Amerika: kesatuan Ghosts. Kesatuan rahasia ini begitu sakral karena konon seorang Ghosts bisa mengubah arah jalan peperangan… mereka adalah kesatuan yang elit dari yang terelit. Kamu dan Hesh sangat berambisi untuk bergabung dengan kesatuan Ghosts ini, tapi apakah keberadaannya cuma sekedar mitos saja?
Saya agak kecewa bahwa Infinity Ward ternyata tak melakukan banyak perubahan gameplay pada Call of Duty: Ghosts. Jalan cerita Campaign game ini cukup pendek dan linear, berbeda dengan Black Ops II yang punya banyak percabangan tergantung bila kamu memilih untuk menyelesaikan misi-misi khusus atau tidak. Sebaliknya fitur yang cukup ditonjolkan di sini – setidaknya pada misi-misi awal adalah peran si anjing: Riley. Ingat bukan pada saat Call of Duty: Ghosts pertama kali diperkenalkan dulu si anjing Riley menjadi sangat populer (bahan meme) karena dianggap akan dihabisi oleh para developernya?

Anehnya dalam produk jadinya segmen bersama Riley ini tidak banyak selain pada lima enam misi awal saja. Cukup saya sayangkan karena biasanya segmen dengan Riley ini memberikan sensasi yang agak berbeda dari biasanya walau sebenarnya si anjing hanya merupakan pengganti dari drone atau robot-robot pengintai dari game FPS serupa. Fungsinya sama dan tak memberikan perubahan gameplay yang signifikan.

Toh walaupun gameplay dasarnya sama Campaign dalam Call of Duty: Ghosts tetap seru dikarenakan Infinity Ward benar-benar membawa para pemain berkeliling dunia mulai dari bawah laut sampai luar angkasa dalam petualangannya menghentikan Federation. Hampir semua misi kali ini kamu jalankan sebagai Logan Walker (adik dari Hesh) dan saya sedikit kecewa bahwa game ini masih saja memaksa karakter yang kita kendalikan sebagai protagonis bisu. Kenapa harus demikian ya? Sebenarnya memiliki karakter yang bisa bicara akan membuat Campaign lebih hidup. Serunya Campaign game ini membuat saya bisa memaafkan durasinya yang cukup singkat (tak sampai 6 jam) dan gameplay yang sama saja dengan game-game Call of Duty sebelumnya.

Lantas bagaimana dengan grafiknya? Karena didevelop untuk konsol generasi berikutnya maka ya tentu saja game ini memiliki peningkatan kualitas grafik. Signifikan sekali? Tidak. Tetapi cukup untuk membuatnya kentara merupakan game peralihan dari generasi lalu dan generasi ini. Kualitas musik dan pengisi suara di sisi lain mengalami penurunan. Stephen Lang dan Brandon Routh hanya pas-pasan mengisi suara Elias dan Hesh sehingga membuatku tak pernah merasa konek secara emosional dengan mereka sementara musik David Buckley terasa datar. Di manakah Brian Tyler dan Hans Zimmer (atau Lorna Balfe) ketika kamu memerlukan mereka?
Multiplayer sekali lagi merupakan fokus utama dalam game Call of Duty: Ghosts ini. Salah satu tambahan yang baru dan unik kali ini adalah mode Extinction (hanya bisa diunlock kalau kamu paling tidak sudah memainkan mode lain game ini misalnya seperti menyelesaikan level pertama dalam mode Campaign). Uniknya adalah mode ini berbeda dengan Zombie di game Call of Duty sebelumnya. Di mode Extinction kamu akan berhadapan dengan… alien! Dengan pilihan co-op dalam Extinction maupun saling bersaing di mode-mode Multiplayer lainnya sepertinya para gamer lagi-lagi akan menemukan longetivity paling utama mereka sepanjang tahun saat memainkan game ini terletak pada mode Multiplayer-nya.

sumber: http://tukangreview.com/video-game-review/call-of-duty-ghosts/

0 komentar:

Posting Komentar